Rabu, 13 Juli 2011

Anas " Mission Impossible "

Senin, 01/08/2011 18:26 WIB
Kisah Uang Haram Kongres Demokrat
Perjalanan US$ 20 Juta untuk Kemenangan Anas  
Deden Gunawan - detikNews

Perjalanan US$ 20 Juta untuk Kemenangan Anas



Jakarta
 - 21 Mei 2010 menjadi malam yang sangat sibuk di Gedung Tower Permai. Malam itu, uang US$ 20 juta harus dipindahkan dari kantor mantan bendahara umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin itu ke Hotel Aston Primera, Pasteur, Bandung, Jawa Barat. Saat itu, merupakan hari pertama kongres PD yang digelar di Bandung.

Nazar, tersangka suap Wisma Atlet, selama buron melempar serangan kepada Ketua Umum PD Anas Urbaningrum. Kata Nazar, Anas menang jadi ketua umum karena money politics. Uang sebanyak US$ 20 juta dikucurkan Nazar untuk memenangkan Anas.

Anas membantah tudingan itu. Ia menyebut Nazar tengah berhalusinasi. Tapi empat anak buah Nazar yakni Aan (mantan sopir Nazar), Dayat (mantan sopir Yulianis), dan 2 pengawal yang mengantarkan uang ke kongres PD, Dede dan Jauhari memberi kesaksian tudingan Nazar benar adanya.

Mereka memberi kesaksian, jutaan uang dalam bentuk pecahan dolar dibawa dari kantor Nazar di kawasan Warung Buncit, Jakarta Selatan ke Bandung, dengan mobil box Daihatsu Espass yang dikawal sebuah mobil jenis SUV, bermerek Toyota Fortuner.

Uang itu semula dalam bentuk rupiah. Tapi sebelum dibawa ke kongres, semua ditukarkan dalam bentuk pecahan dolar. Tujuannya supaya lebih mudah dibawa dan dibagikan kepada sejumlah peserta kongres yang akan mendukung Anas menjadi Ketum PD.

"Uang rupiah yang dikumpulkan Nazar sejak 2009 dari fee proyek yang ditangani. Uang ditukarkan dalam bentuk dolar di money changer milik Neneng, istri Nazaruddin. Yang mengurusnya Yulianis ( staf keuangan Nazar). Kantor money changer itu lokasinya juga di Tower Permai," jelas sumber detik+ yang dekat Nazar.

Dayat mengakui uang yang diantarnya ke Bandung diambil dari kantor money changer bosnya, Yulianis, yang juga menjabat sebagai Wakil Direktur Keuangan PT Anugrah Nusantara.

Uang-uang itu dimasukan dalam 19 kardus. Sebanyak 14 kardus dibawa mobil box, sementara 5 kardus lagi dibawa mobil Fortuner. Menurut Dayat, mobil box dan Fortuner ini kemudian dikawal lagi dua mobil lainnya, mobil CRV dan Kijang Innova. "Tiga mobil itu sewaan. Mobil CRV milik Ibu Yulianis," ujar Dayat.


Rombongan mobil pembawa uang itu bergerak dari Buncit menuju Bandung, Jumat 21 Mei 2010, pukul 20.19 WIB. Adapun orang-orang yang mengantarkan uang adalah pegawai outsourcing dari perusahaann jasa pengamanan yang didampingi Dede dan Jauhari, petugas keamanan Gedung Tower Permai.

Sementara Dayat mengaku tidak ikut dalam rombongan pengantar uang tersebut. Ia hanya bertugas membawa pulang mobil bosnya, Honda CRV dari Bandung ke Jakarta usai kongres PD berakhir.

Dayat menambahkan, rombongan pembawa uang itu baru tiba di Hotel Aston, Pasteur, Bandung sekitar pukul 23.00 WIB. Begitu tiba, mobil-mobil itu langsung parkir di basement hotel. Selanjutnya mereka membawa uang yang ada di dalam mobil ke kamar nomor 10 yang ada di lantai 9.

Dede dan Jauhari lantas ditugaskan untuk menjaga uang di kamar tersebut. Tidak sembarangan orang boleh mengambil uang dari kamar nomor 10 itu. Dede hanya mau memberi izin jika yang mengambil uang adalah Nuril Anwar dan Eva, dua staf Nazar di DPR.

Untuk mengambil uang tersebut, Nuril dan Eva harus menunjukkan kwitansi pengambilan. Besar nominal yang ada di kwintansi itu bervariasi ada yang tertulis 500 ribu US$, 750 ribu US$, ada pula yang besarnya 1,2 juta US$. "Semua kwitansi itu ada copynya yang pegang Aan (sopir Nazarn)," kata Dayat.

Setiap malam, uang di dalam kamar nomor 10 itu terus menerus diambil hingga menjelang subuh. Hal itu berlangsung terus hingga kongres PD berakhir, Minggu 23 Mei 2010.

Namun saat dihubungi detik+, Aan enggan memberikan copy kwitansi tersebut. Dia hanya bilang, "Perintah Nazaruddin hanya untuk komentar saja. Kalau soal kwitansi lain waktu dibeberkan".

Sedangkan Nuril Anwar yang disebut-sebut sebagai orang yang berwenang mengambil uang mengaku tidak tahu adanya mobil box yang membawa uang untuk pemenangan Anas ke Kongres PD. Nuril pun membantah mengambil uang di kamar nomor 10 lantai 9 Hotel Aston itu. "Tidak betul itu," kata Nuril yang mundur dari staf Nazar pada 20 Juli 2011 itu.

Meski mengaku tidak tahu soal mobil dan membantah mengambil uang, Nuril tidak membantah tim sukses Anas membagikan uang saat kongres. Tapi uang tersebut hanya merupakan ganti transportasi dan akomodasi bagi pengurus DPC yang ikut kongres.

"Pemberian disesuaikan dengan jarak. Setiap DPC 10 orang dipanggil. Masing-masing orang paling Rp 1-2 juta. Yang jaraknya jauh mendapat ganti lebih banyak," kata Nuril.

Uang itu dibagikan Nuril di Hotel Grand Aquila, tempat nginap DPC. Setiap bertemu orang DPC, Nuril akan berkata, Mas ini ada transportasi untuk pulang. "Uang dalam bentuk rupiah bukan dolar," kata Nuril.

Mayoritas pemberian uang itu menurut Nuril atas perintah Nazar. Anas yang saat itu merupakan 'pengantin' tidak terlibat pembagian uang. Semua pembagian akomodasi dan transportasi dilakukan tim sukses yang diketuai Ahmad Mubarok.

Mengenai kwitansi yang diklaim Aan cs, Nuril menyatakan sudah sempat melihatnya. Tapi ia meyakinkan tanda tangan di kwitansi itu bukan tanda tangannya. "Keterangan Aan cs itu konspirasi kebohongan, itu direkayasa," kata pria yang kini tengah mengambil S2 manajemen pendidikan di Universitas Negeri Jakarta itu.

Soal bantahan Nuril, Nazar menganggapnya wajar. Hal itu karena Nuril saat ini sudah menyeberang membela Anas. Tapi Nazar menegaskan ia memiliki semua catatan dan data untuk mendukung tudingannya. "Semua catatan dan flash disk ada di saya semua," kata Nazar dalam BBM nya kepada detik+.

Sementara PR Hotel Aston Primera, Bandung, Janieth saat dikonfirmasi detik+ soal CCTV yang merekam soal uang yang disebut-sebut Nazar , belum mau memberikan keterangan. "Maaf kami belum bisa memberikan informasi lebih lanjut. Karena saya harus diskusikan dulu dengan manajer saya, Senin (2/8/2010)," ujarnya.



Tulisan detik+ berikutnya: 'Nazar Menyiapkan Uang Untuk Anas Sejak 2009', 'Nazaruddin Dilindungi Marzuki Alie' dan 'Menunggu Pecah Silent Operation Nazar bisa didapatkan di detiKios for Ipad yang tersedia di apple store.



Mission Impossible' buat Anas
Titah Berat dari SBY & Bu Ani  
Deden Gunawan - detikNews
 Titah Berat dari SBY & Bu Ani
Jakarta - Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan sang istri, Kristiani Herawati (Ani Yudhoyono) benar-benar sudah gerah dengan prahara di Partai Demokrat (PD). Kedua pendiri PD itu, Senin, 11 Juli 2011 lantas memanggil sang ketua umum Anas Urbaningrum dan para pengurus partai.

SBY dan Bu Ani memberikan sejumlah arahan pada Anas. Pria berkaca mata itu diminta tegas memberikan peringatan tertulis kepada elit PD yang banyak bicara sehingga semakin memperkeruh konflik partai.

"Pak SBY dan Ibu Ani memerintahkan AU (singkatan nama Anas) untuk memberi peringatan tertulis kepada pengurus PD yang sering berbicara ngawur. Itu salah satu arahannya sebelum beberapa menit jumpa pers," kata sumber detikcom di PD.

Setelah memberikan peringatan kepada Anas, SBY kemudian menggelar jumpa pers. Isinya, Ketua Dewan Pembina PD itu menugaskan Anas agar membereskan kemelut di partai penguasa itu.

"Saya berikan kepercayaan pada ketua umum untuk mengatasi masalah ini dengan bantuan pimpinan dan kader PD," kata SBY dalam keterangan pers di kediaman pribadinya, Puri Cikeas, Bogor, Senin 11 Juli 2011 itu.

SBY sebenarnya sudah satu bulan lebih menahan diri untuk tidak bersuara soal PD. Namun ia menganggap perkembangan prahara PD sudah terlampau liar dan di luar kendali. Terlebih mantan bendahara umum PD Muhammad Nazaruddin terus menebar aib elit PD yang membuat partai semakin gonjang-ganjing.

"Serangan dan fitnah sudah kebangetan. Kalau dibiarin malah persepsi orang akan membenarkan tuduhan tersebut. Itulah keadaan yang terjadi sekarang," ujar salah satu pendiri PD TB Silalhi melalui pesan singkatnya kepada detikcom.

Sebelum ditunjuk SBY, Anas sebenarnya sudah berusaha membereskan konflik di partai yang dipimpinnya. Sudah dua minggu ia sibuk merumuskan pemberian sanksi kepada kader-kader yang dianggap bermasalah. 

Tentu saja Nazar, bendahara umum PD yang dipecat oleh Dewan Kehormatan Partai yang kini sudah dijadikan tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang pernah menjadi orang dekat Anas termasuk di dalamnya. 

Secara teknis sebenarnya pemberian sanksi kepada para elit yang bermasalah sederhana saja. Semua itu sudah diatur dalam Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Partai Demokrat. "Jadi Pak Ketum hanya menegakkan aturan itu saja,"jelas Ketua DPP PD Kastorius Sinaga.

Namun untuk pelaksanaan di lapangan tentu tidak sesederhana hitam di atas putih itu. Sebab masalahnya, ya itu tadi, Anas juga merupakan sumber persoalan di partai Mercy tersebut. 

Anas memiliki setumpuk daftar 'dosa' yang membuat langkahnya berat. Ia menjadi salah satu dari sejumlah elit PD yang dikuliti Nazar dalam pelariannya sebagai buron Interpol itu. 

Lewat BlackBerry Messenger (BBM), politisi asal Simalungun itu menyebut Menteri Pemuda dan Olahraga serta Sekretaris Dewan Pembina PD Andi Mallarangeng, Wasekjen PD dan anggota Badan Anggaran DPR Angelina Sondakh, Wakil Ketua Badan Anggaran DPR dari Demokrat Mirwan Amir terkait suap Kemenpora. Bahkan ia juga berani menyebut nama Anas turut menikmati uang miliaran.

Pengamat politik dari Uvolution Indonesia Andi Syafrani menilai perintah SBY kepada Anas menyiratkan SBY ingin mengembalikan persoalan yang terjadi saat ini di PD ke Anas. "Sebab Anas dianggap sebagai orang yang berperan dalam masalah yang kini melilit PD. Masalah yang dihadapi PD bermula pada diri Anas sendiri," kata Andi.

Menjadi bagian dari masalah, tentu tugas yang dibebankan SBY kepada Anas bukan perkara gampang. Untuk melaksanakan tugas itu musuh utama Anas adalah dirinya sendiri. Ia tidak perlu lagi berhadapan dengan Marzuki Alie ataupun Andi Mallarangeng yang menjadi lawan politiknya saat kongres PD 2010 lalu.

Nazar yang menimbulkan badai di partai berlambang Mercy itu mendapatkan jabatan strategis sebagai bendahara umum PD dari Anas. "Jadi mau tidak mau Anas harus menyelesaikan masalah yang dibuatnya sendiri," jelas Andi.

Berhasilkah Anas menjalankan tugas SBY? Andi berpendapat bisa saja Anas melakukannya tapi berat. Anas baru bisa sukses dengan dua syarat. Pertama ada dukungan penuh dari SBY untuk membenahi partai.

Kedua, Anas harus bicara terus terang kepada seluruh kader PD soal keterkaitan dirinya dengan tuduhan Nazaruddin. Sebab sampai sejauh ini belum ada keterangan yang terang benderang dari Anas soal tuduhan yang dialamatkan kepada dirinya. Ini tentu saja masih menjadi tanda tanya besar bagi sebagian besar kader PD.

Sikap Anas sejauh ini dinilai hanya bersifat formal. "Dia hanya melaporkan Nazar ke polisi sementara keterangan soal ada atau tidaknya keterlibatan dirinya dengan tuduhan Nazar masih misteri," kata Andi.

Tugas dari SBY ini tentu merupakan langkah penting bagi Anas untuk membersihkan citra PD dan dirinya sendiri yang hancur akibat kasus Nazaruddin. 

Namun sebagian kalangan meragukan Anas akan berhasil melaksanakan tugas dari. Apalagi ia sudah gagal melaksanakan tugas pertama SBY untuk menjemput Nazaruddin dari Singapura. Tim bentukan Anas untuk membawa pulang Nazar tidak membuahkan hasil. 

"Saya jamin Anas tidak bisa melaksanakannya,” kata Koordinator Masyarakat Anti Korupsi (MAKI) Boyamin Saiman. Apalagi melaksanakan tugas SBY sama saja bagi Anas untuk menguliti dirinya sendiri. Nazaruddin, pangkal sengkarut prahara Demokrat merupakan orang yang banyak membantu Anas memenangkan kongres hingga akhirnya terpilih sebagai ketua umum. Nazar lewat BBM-nya kepada media menyebut, telah menggelontorkan uang sebesar US$ 20 juta. Sebanyak Rp 5 miliar di antaranya dalam bentuk tunai.

Selain soal dana suksesi di kongres,Anas juga dihadapkan dengan masalah lain, misalnya soal keterkaitannya dengan perusahaan kongsi dirinya dengan Nazaruddin di PT Anugrah Nusantara. Bahkan dalam celotehan Nazar, Anas juga dituduh ikut terlibat dalam proyek-proyek di Kementerian Pemuda dan Olahraga.

"Anas tentu saja merasa ambigu dalam mengatasi masalah Nazaruddin. Belum lagi masalah-masalah yang dilakukan beberapa pengurus PD yang saat kongres menjadi tim suksesnya," terang Boyamin.


Tulisan detik + selanjutnya: 'Kabut Dosa-dosa Anas', 'Buktikan Anas Tak Main Uang' dan 'Metamorfosa Anas' bisa anda dapatkan di detiKios for Ipad yang tersedia di apple store.

Minggu, 03 Juli 2011

Aliran dana Kemenpora



Rabu, 13/07/2011 13:38 WIB
20,5 Persen dari Proyek Wisma Atlet Menguap untuk Praktek Suap  
Fajar Pratama - detikNews



Jakarta - Sebanyak 20,5 persen dari total proyek wisma atlet senilai Rp 191,6 miliar tidak digunakan untuk keperluan pembangunan infrastruktur. Jumlah itu mengalir ke para pejabat di Kemenpora dan daerah sebagai pelicin pemenangan tender oleh PT Duta Graha Indah (DGI).

Hal itu muncul dalam surat dakwaan untuk Manajer Marketing PT DGI, Mohammad El Idris di pengadilan Negeri (PN) Tipikor, hari ini, Rabu (13/7/2011).

Disebutkan, dari hasil negosiasi antara Idris, Dirut PT DGI Dudung Purwadi, dan Mindo Rosalina Manulang serta Muhammad Nazaruddin disepakati adanya pembagian uang sebagai berikut dari total nilai proyek senilai Rp 191,6 miliar. Tak main-main 20,5 persen dari nilai proyek atau sekitar 39,27 miliar dibagi-bagikan untuk praktek suap.

1. Untuk Muhammad Nazaruddin (Anggota DPR RI) sejumlah 13 % (tiga belas persen),
2. Gubernur Sumatera Selatansejumlah 2,5% (dua koma lima persen).
3. Komite Pembangunan Wisma Atlet sejumlah 2,5% (dua koma lima persen)
4. Panitia Pengadaan sejumlah 0,5% (nol koma lima persen)
5. Sesmenpora (Wafid Muharam) sejumlah 2% (dua persen)

Dari perincian di atas, uang untuk Nazaruddin sudah diberikan senilai 4,34 miliar. Sedangkan cek yang dicoba diberikan kepada Wafid Muharam berujung pada tangkap tangan oleh petugas KPK pada 21 April 2011 silam.



Rabu, 13/07/2011 12:59 WIB
Mulai Gubernur Sumsel sampai Panitia Wisma Atlet Dapat Jatah dari PT DGI  
Fajar Pratama 
- detikNewsJakarta - PT Duta Graha Indah (DGI) benar-benar melakukan segala cara untuk memenangkan proyek suap wisma atlet. Bagaimana tidak, dari Gubernur Sumatera Selatan (Sumsel) Alex Nurdin hingga para anggota panitia lelang diduga mendapat guyuran uang dari perusahaan ini.

Hal itu muncul dalam surat dakwaan untuk Manajer Marketing PT DGI, Mohammad El Idris, yang dibacakan oleh jaksa Agus Salim di Pengadilan Negeri Tipikor, Jakarta, Rabu (13/7/2011).

Disebutkan oleh jaksa, dari hasil negosiasi antara Idris, Dirut PT DGI Dudung Purwadi, dan Mindo Rosalina Manulang serta Muhammad Nazaruddin, disepakati adanya pembagian uang sebagai berikut dari total nilai proyek senilai Rp 191,6 miliar.

1. Muhammad Nazaruddin (anggota DPR RI) sejumlah 13 % (tiga belas persen)
2. Gubernur Sumsel sejumlah 2,5% (dua koma lima persen).
3. Komite Pembangunan Wisma Atlet sejumlah 2,5% (dua koma lima persen)
4. Panitia Pengadaan sejumlah 0,5% (nol koma lima persen)
5. Sesmenpora (Wafid Muharam) sejumlah 2% (dua persen)

Selain itu, dalam dakwaan tersebut, disebutkan pada sekitar bulan Desember 2010 sampai dengan bulan April 2011, bertempat di Kantor Dinas PU Cipta Karya Provinsi Sumatera Selatan, Idris yang mewakili PT DGI, juga memberikan uang kepada:

1. Rizal Abdullah selaku Ketua Komite Pembangunan Wisma Atlet uang senilaiRp 400.000.000,- (empat ratus juta rupiah).
2. Musni Wijaya(Sekretaris Komite) sejumlah Rp 80.000.000,- (delapan puluhjuta rupiah).
3. Amir Faizol (Bendahara Komite) sejumlahRp 30.000.000,- (tiga puluh juta rupiah).
4. Aminuddin (AsistenPerencanaan) sejumlah Rp 30.000.000,- (tiga puluh juta rupiah).
5. Irhamni (Asisten Administrasi dan Keuangan) sejumlah Rp 20.000.000,-(dua puluh juta rupiah).
6. Fazadi Abdanie (Asisten Pelaksana)sejumlah Rp 20.000.000 (dua puluh juta rupiah).
7. M. Arifin (ketua Panitia) sejumlah Rp 50.000.000,- (lima puluhjuta rupiah).
8. Para anggota panitia yaitu Sahupi sejumlahRp 25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah), Anwar sejumlah Rp. 25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah), Rusmadi sejumlah Rp 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) Sudarto sejumlah Rp. 25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah), Darmayanti sejumlah Rp 25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah), Heri Melta sejumlah Rp. 25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah)

Imbalan di atas sebagai imbalan karena telah mengatur PT DGI, menjadi rekanan yang mendapatkan proyek pengadaan itu.





Senin, 04/07/2011 04:20 WIB
Mubarok: Omongan Nazaruddin Tak Bisa Dipegang  
Didi Syafirdi - detikNews

Mubarok: Omongan Nazaruddin Tak Bisa Dipegang


Jakarta
 - Pernyataan M Nazaruddin soal adanya deal antara KPK dan Pimpinan Demokrat dalam kasus dugaan suap di Kemenpora dianggap sebagai bualan. Ucapan Nazaruddin tidak layak dipercaya karena hanya mencari-cari kesalahan orang lain.

"Dia (Nazaruddin) omongannya tidak bisa dipegang, selalu berubah-ubah," ujar anggota Dewan Pembina Partai Demokrat, Ahmad Mubarok, saat ditemui detikcom di Hotel Sahid, Jl Jenderal Sudirman, Jakarta, Minggu malam (3/7/2011).

Mubarok mencontohkan, ketika kasus suap di Kemenpora mencuat, Nazaruddin mengaku tidak kenal dengan Direktur Pemasaran PT Anak Negeri Mindo Rosalina Manulang. Kemudian Nazar mengklaim membelikan Ketua Umum Demokrat, Anas Urbaningrum sebuah rumah.

"Padahal rumah Anas beli sebelum kenal Nazar," kata Mubarok.

Mubarok menyarakan agar Nazaruddin segera kembali ke Indonesia ketimbang bekoar-koar tidak jelas. Jika memang memiliki bukti sebaiknya Nazaruddin segera menyerahkan kepada KPK.

"Kalau mau mengungkap semuanya, datang saja ke KPK," tegasnya.

Semakin sering Nazaruddin melempar tudingan tidak jelas, Mubarok khawatir hal ini akan dimanfaat oleh lawan politik untuk semakin memperkeruh suasana. Isu ini akan terus dimainkan untuk membuat citra Demokrat semakin buruk dihadapan publik.

"Demokrat berkepentingan dia hadir. Kalau tidak datang-datang yang senang bukan orang Demokrat," tutupnya.

Sebelumnya, melalui BBM, Nazaruddin kembali melempar bola panas. Mantan bendahara Demokrat itu meyakini dalam kasus dugaan suap pembangunan wisma atlet di Palembang, KPK tidak akan berani menindaklanjutinya karena sudah ada pertemuan dengan pimpinan Demokrat.





Senin, 04/07/2011 03:26 WIB
Demokrat Bantah Bertemu KPK Bahas Kasus Suap Kemenpora  
Didi Syafirdi - detikNews

Demokrat Bantah Bertemu KPK Bahas Kasus Suap Kemenpora
Jakarta - Anggota Dewan Kehormatan Partai Demokrat Jero Wacik membantah adanya deal antara KPK dengan Partai Demokrat agar pengusutan kasus suap di Kemenpora berhenti hanya pada M Nazaruddin. Jero menyerahkan sepenuhnya agar kasus ini diselesaikan oleh KPK.

"Oh, tidak, saya tidak pernah lihat. Rasanya tidak ada," ujar Wacik saat ditemui di Hotel Sahid, Jakarta, Minggu, (3/7/2011), malam.

Melalui BBM, Nazaruddin kembali melempar bola panas. Mantan bendahara Demokrat itu meyakini dalam kasus dugaan suap pembangunan wisma atlet di Palembang, KPK tidak akan berani menindaklanjutinya karena sudah ada pertemuan dengan pimpinan Demokrat.

Menurut Wacik, pernyataan koleganya itu tidak bisa dijadikan sebagai fakta hukum. Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat, kata Wacik, sudah menyerahkan sepenuhnya penyelidikan kasus ini pada aparat penegak hukum.

"Sekarang kelanjutannya masalah hukum, biarkan hukum yang kerja," katanya.

Wacik berharap agar KPK dapat bekerja secara profesional tanpa ada intervensi dari pihak manapun. Dirinya menjamin Demokrat tidak akan mencampuri kasus yang disebut-sebut melibatkan sejumlah kader Demokrat itu.

"Silahkan KPK kerjakan tugasnya. Jangan dicampuri," tegas Menteri Kebudayaan dan Pariwisata itu.

Demokrat mencopot Nazaruddin dari posisi sebagai bendahara. Meski sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK, DK Demokrat belum berencana mencopot keanggotaan Nazaruddin dari partai.

"Tidak bisa, kita serahkan kepada hukum," tutup Wacik.






Minggu, 03/07/2011 18:25 WIB
Nazaruddin Kisahkan Lengkap Aliran Dana Kemenpora  
Elvan Dany Sutrisno - detikNews

Nazaruddin Kisahkan Lengkap Aliran Dana Kemenpora
Jakarta - Mantan Bendahara Umum Demokrat, Nazaruddin, berkali-kali 'menyanyi' soal kasus di Kemenpora. Rupanya dia tidak ingin 'jatuh' sendiri. Kali ini Nazar menyampaikan 'nyanyian' yang lebih lengkap.
Pengakuan Nazar disampaikan melalui pesan BlackBerry Messenger kepada detikcom, Minggu (3/7/2011).

Januari 2010

"Januari 2010 itu ada pertemuan antara Andi Mallarangeng, Angelina Sondakh, Mahyudin dan saya. Dalam pertemuan itu Andi mengajukan permohonan anggaran Rp 2,3 triliun untuk membantu anggaran sarana prasarana SEA Games dan percepatan fasilitas," kata Nazar memulai kisah.

Andi lantas memanggil Sekretaris Kemenpora Wafid Muharam dan memerintahkan dia agar membantu Angelinda dan kawan-kawan.

Februari 2010

Setelah itu, digelar pertemuan kedua sekitar awal Februari 2010. Hadir dalam pertemuan itu adalah Wafid, Angelina, Mirwan Amir dan Anas. Kala itu Anas masih menjadi ketua fraksi di DPR. Hadir pula seorang pengusaha bernama Mahfud yang juga teman Anas dan Nazaruddin.

"Membicarakan teknis soal proyek Ambalang Rp 1,2 triliun, proyek Rp 75 miliar alat bantu olaraga dan Rp 200 miliar pembangunan wisma atlet di Palembang dan Rp 180 miliar pembangunan sarana prasarana atlet di Jawa Barat," tutur Nazar.

Menurut dia, Angelina-lah yang paling tahu teknisnya. Sebab Angelina yang membawa pengusaha bertemu secara teknis dengan Wafid. Nazar menyebut, yang lain hanya mengenalkan pengusaha itu pada Angelina dan selanjutnya Angelina dan Mirwan Amir yang mengurus teknisnya.

Setelah itu disepakati pertemuan ketiga yang dilakukan sekitar minggu ke 3 Februari 2010 di di restoran Jepang di Arcadia, Senayan. Dalam pertemuan itu hadir Angelina, Mirwan Amir, Nazaruddin, Mahyudin, Andi Mallarangeng, Wafid dan ada satu deputi yang baru dilantik Andi. Nazar mengaku lupa nama deputi itu.

Isi pertemuan itu antara lain disepakatinya usulan Menpora untuk menutupi kekurangan anggaran dalam penyediaan sarana prasarana penyelenggaraan SEA Games. Untuk menutupi kekurangan itu, maka dianggarkan dana dari APBN-P 2010 dan APBN 2011.

"Kita sepakati urusan teknis. Nanti yang menjalankan antara Wafid dan Angelina dan Mirwan Amir, yang mana soal anggaran akan diatur oleh Mirwan Amir dari pimpinan Banggar dan soal pengusaha akan diatur oleh Angelina. Begitu ceritanya," papar dia.

Di tengah jalan, lanjutnya, Nazar ditinggal oleh semua. "Jadi secara teknis saya tidak mengikuti. Kalau soal wisma atlet Palembang sudah dialokasikan Rp 9 miliar. Dan untuk proyek Ambalang sekitar Rp 50 miliar. Ini semua fakta benar," imbuhnya.

Terkait wisma atlet yang nilai proyeknya Rp 200 miliar, kata Nazar, sudah dialokasikan Rp 16 miliar. Selain itu ada dana Rp 9 miliar untuk DPR yang dikirim lewat kurir bernama Paul dan Rp 7 miliar dialokasikan untuk tim kongres pemenangan Anas.

"Untuk proyek Ambalang Rp 1,2 triliun dana yang sudah dialokasikan Rp 100 miliar. Dengan rician ke DPR lebih kurang Rp 30 miliar lewat pengusaha teman Anas namanya Mahfud, Rp 50 miliar untuk pemenangan Anas waktu kongres dan ke Tim Konsultan Anas, Ifang, Rp 20 miliar," beber Nazar.

Dalam dugaan suap proyek wisma atlet ini, KPK telah menetapkan empat tersangka. Mereka adalah Direktur Pemasaran PT Anak Negeri Mindo Rosalina Manulang, Manajer Pemasaran PT Duta Graha Indah Muhammad El Idris, Sekretaris Kementerian Pemuda dan Olahraga Wafid Muharam, dan Nazaruddin.

Selama ini Nazar terus menyampaikan tudingan-tudingan terkait aliran dana Kemenpora, sayang dia baru berani berkoar dari Negeri Singa. Maklum, anggota Komisi Energi ini kabur ke Singapura pada 23 Mei atau sehari sebelum surat cegah diterbitkan Dirjen Imigrasi Kemenkum HAM.





Minggu, 03/07/2011 18:46 WIB
Nazaruddin: Saya Yakin KPK Tak Berani Tindaklanjuti Kasus Kemenpora  
Elvan Dany Sutrisno - detikNews

Nazaruddin: Saya Yakin KPK Tak Berani Tindaklanjuti Kasus Kemenpora
Jakarta - Sejumlah nama disebut oleh mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, Nazaruddin, terkait dengan aliran dana Kemenpora. Namun Nazar yakin, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak berani menindaklanjuti kasus Kemenpora.
"Ini fakta benar. Tetapi saya yakin KPK tidak berani menindaklanjuti masalah ini karena sudah ada pertemuan pimpinan KPK dengan pimpinan Demokrat supaya kasus ini jangan dikembangkan lagi," kata Nazar melalui pesannya di BlackBerry Messenger yang diterima detikcom, Minggu (3/7/2011).

Menurut dia, kasus ini hanya dihabiskan sampai dirinya. Padahal, menurut dia, informasi dari penyidik di KPK, sudah ada cukup bukti untuk menjadikan beberapa orang Partai Demokrat yakni Angelina Sondakh, Mirwan Amir, Anas Urbaningrum dan Andi Mallarangeng untuk menjadi tersangka.

"Tetapi sudah ada deal di antara pimpinan KPK dan Pimpinan Demokrat, kasus jangan dikembangkan lagi," cetus Nazar.

Sebelumnya dia menyebut, Angelina dan Mirwan yang bermain dalam proyek wisma atlet SEA Games XXVI di Palembang, Sumatera Selatan. Dia menuding Andi Mallarangeng, Angelina, Mirwan Amir dan Anas Urbaningrum ikut menikamati dana wisma atlet. Namun nama-nama yang disebut Nazar satu demi satu memberikan bantahan.

Dalam dugaan suap proyek wisma atlet ini, KPK telah menetapkan empat tersangka. Mereka adalah Direktur Pemasaran PT Anak Negeri Mindo Rosalina Manulang, Manajer Pemasaran PT Duta Graha Indah Muhammad El Idris, Sekretaris Kementerian Pemuda dan Olahraga Wafid Muharam, dan Nazaruddin.